Tisuku untuk Hidupku
Malam itu angin berhembus kencang, hujan turun rintik-rintik.
Suasana Idul Fitri masih sangat terasa sekali. Aku mengahampiri tempat makan
pinggiran sambil menikmati angin yang sejuk. Terlihat dua bocah kecil sedang
berlari bermain bersama, mereka membawa tas jinjing
berisi tisu.
Ketika aku duduk dengan menghindangi makanan, salah satu
diantara mereka ada yang duduk disampingku. Ia tidak menawari aku tisu, ia
hanya mengambil jeruk nipis dan dicampuri kecap, rasanya ia haus dan sedang
tidak enak badan. Tak lama datang seorang anak bernama Njul, dia menghampiri
temannya dan menawarkan sate telur yang diberikan oleh orang lain. Mereka
menyantap satu tusuk sate itu berdua.
Tak tahan hatiku melihat mereka, bersyukurlah aku masih dapat
duduk dan menghindangi makanan ini. Aku pun bertanya “kalian sudah makan belum?
Mau lagi satenya?” salah satu dari mereka menjawab “udah kak, ngga usah”.
Mereka menghitung uang hasil kerja kerasnya berjualan tisu pada malam itu.
Semakin memiris hatiku saat melihat mereka, akhirnya aku beli tisu itu.
Aku banyak berbincang dengan mereka, ternyata mereka adalah
anak-anak yang putus sekolah, mereka berjalan kaki setiap hari menuju kawasa
Blok M untuk membeli tisu dan mereka jual lagi agar mendapat keuntungan. Rasanya
sangat tidak bersyukurlah aku, dengan keadaan yang cukup aku masih saja sering
mengeluh kepada orang tua dan Tuhan.
Hujan tampak turun sedikit lebat, datanglah satu orang lagi
ternyata itu adiknya. Mereka berteduh dibawah payung bersamaku. Seorang adik
itu bercerita kisah hidupnya, mereka pendatang ke Jakarta, kalau di kampung
mereka juga bekerja tanpa mengenyam pendidikan dibangku sekolah. “aku ngga bisa
baca lancar kak, terakhir sekolah kelas 2 SD” tuturnya.
Aku
bercanda dan mendengarkan cerita juga perjalanan hidup mereka yang selalu
menghabiskan waktu untuk berjualan tisu hingga pukul 03.00 dini hari. Ada yang
sedang meriang, ada yang tangannya luka karena jatuh dari sepeda dan ada yang
batuk-batuk. Njul dengan batuk-batuk meminta minumku “kak boleh minta aquanya”,
air mataku hampir saja menetes mendengarnya, untuk membeli air saja mereka tak
cukup uang karena tisu hasil jualannya masih tersisa banyak.
Hari mulai larut aku bergegas untuk meninggalkan tempat itu,
mereka dengan sopan mencium tanganku lalu melambaikan tangan ketika aku
berjalan menuju pulang. Malam itu menjadi sangat berarti untukku, membuat aku
berfikir akan susahnya mencari uang, membuat aku berfikir bahwa bersyukurlah
aku dengan keadaan yang ada saat ini. Keceriaan mereka membuat aku merasa malu
akan segala keluhan yang selalu aku lontarkan kepada Ibu dan Ayahku.
Rintik hujan dan angin yang berhembus kencang tak menjadi
keluhan untuk mereka tetap mencari uang demi kelangsungan hidup mereka.
JT Casino - All About Casino | JTGHub
BalasHapusJTG Casino 당진 출장샵 provides a variety of 이천 출장샵 casino games for your 의왕 출장안마 enjoyment including slots and video poker. This is an 경산 출장마사지 excellent location and it will 김해 출장샵